Sabtu, 20 Oktober 2012
Tips Sukses Orang Jepang
Tips Sukses Orang - Orang Jepang Apa sajakah sikap-sikap orang Jepang yang bisa
kita contoh biar bisa sukses kayak bangsa
mereka ??
Berikut adalah 10 Tips Sukses orang Jepang : 1. Kerja Keras
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa
Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam
kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun,
sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika
(1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680
jam/tahun). Seorang pegawai di Jepang bisa
menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari,
sedangkan pegawai di negara lain memerlukan 47
hari untuk membuat mobil yang bernilai sama.
Seorang pekerja Jepang boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan
oleh 5-6 orang. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh
dikatakan “agak memalukan” di Jepang, dan
menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk
“yang tidak dibutuhkan” oleh perusahaan. 2. Malu
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun
bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan
menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak
era samurai, yaitu ketika mereka kalah dan
pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena
“mengundurkan diri” bagi para pejabat (mentri,
politikus, dsb) yang terlibat masalah korupsi
atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD,
SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek
atau tidak naik kelas. Karena malu jugalah, orang
Jepang lebih senang memilih jalan memutar
daripada mengganggu pengemudi di belakangnya
dengan memotong jalur di tengah jalan. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka
melanggar peraturan ataupun norma yang sudah
menjadi kesepakatan umum. 3. Hidup Hemat
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat
dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme
berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang
kehidupan. Di masa awal mulai kehidupan di
Jepang, saya sempat terheran-heran dengan banyaknya orang Jepang ramai belanja di
supermarket pada sekitar jam 19:30. Selidik punya selidik, ternyata sudah menjadi hal
yang biasa bahwa supermarket di Jepang akan
memotong harga sampai separuhnya pada waktu
sekitar setengah jam sebelum tutup. Seperti
diketahui bahwa Supermarket di Jepang rata-
rata tutup pada pukul 20:00. 4. Loyalitas
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah
perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi.
Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan
Eropa, sangat jarang orang Jepang yang
berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai
pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang
yang kebanyakan hanya mau menerima fresh
graduate, yang kemudian mereka latih dan didik
sendiri sesuai dengan bidang garapan (core
business) perusahaan. 5. Inovasi
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang
mempunyai kelebihan dalam meracik temuan
orang dan kemudian memasarkannya dalam
bentuk yang diminati oleh masyarakat. Menarik
membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman yang melegenda
itu. Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony,
patennya dimiliki oleh perusahaan Phillip
Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan
membundling model portable sebagai sebuah
produk yang booming selama puluhan tahun adalah
Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa
itu. Sampai tahun 1995, tercatat lebih dari 300
model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai 150 juta produk. Teknik perakitan kendaraan roda empat juga
bukan diciptakan orang Jepang, patennya dimiliki
orang Amerika. Tapi ternyata Jepang dengan
inovasinya bisa mengembangkan industri
perakitan kendaraan yang lebih cepat dan murah. 6. Pantang Menyerah
Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk
bangsa yang tahan banting dan pantang
menyerah. Puluhan tahun dibawah kekaisaran
Tokugawa yang menutup semua akses ke luar
negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika restorasi Meiji (meiji ishin)
datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan
menjadi fast-learner. Kemiskinan sumber daya
alam juga tidak membuat Jepang menyerah. Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi,
batubara, biji besi dan kayu, bahkan 85% sumber
energi Jepang berasal dari negara lain termasuk
Indonesia . Kabarnya kalau Indonesia
menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30%
wilayah Jepang akan gelap gulita Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom
atom di Hiroshima dan Nagasaki , disusul dengan
kalah perangnya Jepang, dan ditambahi dengan
adanya gempa bumi besar di Tokyo . Ternyata
Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah
berhasil membangun industri otomotif dan
bahkan juga kereta cepat (shinkansen) . Mungkin cukup menakjubkan bagaimana
Matsushita Konosuke yang usahanya hancur dan
hampir tersingkir dari bisnis peralatan
elektronik di tahun 1945 masih mampu
merangkak, mulai dari nol untuk membangun
industri sehingga menjadi kerajaan bisnis di era kekinian. Akio Morita juga awalnya menjadi
tertawaan orang ketika menawarkan produk
Cassete Tapenya yang mungil ke berbagai negara
lain. Tapi akhirnya melegenda dengan Sony Walkman-
nya. Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori
dimana orang harus belajar dari kegagalan ini
mulai diformulasikan di Jepang dengan nama
shippaigaku (ilmu kegagalan). Kapan-kapan saya
akan kupas lebih jauh tentang ini. 7. Budaya Baca
Jangan kaget kalau anda datang ke Jepang dan
masuk ke densha (kereta listrik), sebagian besar
penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa
sedang membaca buku atau koran. Tidak peduli
duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha untuk membaca. Banyak
penerbit yang mulai membuat man-ga (komik
bergambar) untuk materi-materi kurikulum
sekolah baik SD, SMP maupun SMA. Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan
dengan menarik yang membuat minat baca
masyarakat semakin tinggi. Saya pernah
membahas masalah komik pendidikan di blog ini.
Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh
kecepatan dalam proses penerjemahan buku- buku asing (bahasa inggris, perancis, jerman,
dsb). Konon kabarnya legenda penerjemahan buku-
buku asing sudah dimulai pada tahun 1684, seiring
dibangunnya institute penerjemahan dan terus
berkembang sampai jaman modern. Biasanya
terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia
dalam beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan. 8. Kerjasama Kelompok
Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi
kerja-kerja yang terlalu bersifat individualistik.
Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya
ditujukan untuk tim atau kelompok tersebut.
Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus dengan lab penelitiannya juga seperti itu,
mengerjakan tugas mata kuliah biasanya juga
dalam bentuk kelompok. Kerja dalam kelompok
mungkin salah satu kekuatan terbesar orang
Jepang. Ada anekdot bahwa “1 orang professor Jepang
akan kalah dengan satu orang professor
Amerika, hanya 10 orang professor Amerika
tidak akan bisa mengalahkan 10 orang professor
Jepang yang berkelompok” . Musyawarah
mufakat atau sering disebut dengan “rin-gi” adalah ritual dalam kelompok. Keputusan
strategis harus dibicarakan dalam “rin-gi”. 9. Mandiri
Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri.
Irsyad, anak saya yang paling gede sempat
merasakan masuk TK (Yochien) di Jepang. Dia
harus membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti,
bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol besar minuman
yang menggantung di lehernya. Di Yochien setiap
anak dilatih untuk membawa perlengkapan
sendiri, dan bertanggung jawab terhadap barang
miliknya sendiri. Lepas SMA dan masuk bangku kuliah hampir
sebagian besar tidak meminta biaya kepada
orang tua. Teman-temen seangkatan saya dulu di
Saitama University mengandalkan kerja part
time untuk biaya sekolah dan kehidupan sehari-
hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka “meminjam” uang ke orang tua yang itu nanti
mereka kembalikan di bulan berikutnya. 10. Jaga Tradisi & Menghormati Orangtua
Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak
membuat bangsa Jepang kehilangan tradisi dan
budayanya. Budaya perempuan yang sudah
menikah untuk tidak bekerja masih ada dan hidup
sampai saat ini. Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang
Jepang. Kalau suatu hari anda naik sepeda di
Jepang dan menabrak pejalan kaki , maka jangan
kaget kalau yang kita tabrak malah yang minta
maaf duluan. Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari
berkata “tidak” untuk apabila mendapat tawaran
dari orang lain. Jadi kita harus hati-hati dalam
pergaulan dengan orang Jepang karena “hai”
belum tentu “ya” bagi orang Jepang Pertanian
merupakan tradisi leluhur dan aset penting di Jepang. Persaingan keras karena masuknya
beras Thailand dan Amerika yang murah, tidak
menyurutkan langkah pemerintah Jepang untuk
melindungi para petaninya. Kabarnya tanah yang dijadikan lahan pertanian
mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan,
termauk beberapa insentif lain untuk orang-
orang yang masih bertahan di dunia pertanian.
Pertanian Jepang merupakan salah satu yang
tertinggi di dunia.
Langganan:
Postingan (Atom)